Sorry

Hari ini dia ingin bertemu denganku, di cafe favorit kami. Jinjja, bahkan di antara ribuan salju yang turun mengapa harus hari ini dia menyuruhku datang? Cuacanya sangat menusuk kulit, bahkan berlapis-lapis baju yang kukenakan tak membuat badan ini menjadi hangat.

Berjalan kaki di musim salju membuatku membeku, berjanji dalam hati akan langsung memesan segelas greentea latte. Ah, adakah yang lebih indah daripada menikmati minuman panas menggugah selera pada musim dingin? Tidak peduli apa yang akan dikatannya nanti, aku harus segera menghangatkan tubuh terlebih dahulu.

"Selamat datang." Ucap salah satu pelayan sambil tersenyum ramah.

Aku hanya tersenyum tipis dan memesan greentea serta beberapa roti. Setelah membayar, aku berjalan ke tempat duduk di pojok kiri yang untungnya sedang dalam keadaan kosong. Tempat ini juga menjadi tempat favorit kami. By the way, kemana dia? Cih, dia yang mengajakku untuk bertemu, dia yang telat.

"permisi segelas greentea dan choco bread" Pesananku tiba, pelayan yang kukenal bernama Nita itu menaruhnya di meja dan tersenyum hangat. Aku dan Nita memang sudah berkenalan sejak beberapa waktu lalu atau lebih tepatnya sejak aku dan dia sudah menetapkan caffe ini menjadi tempat favorit kami.

"Ta, liat Arsyad gak?" tanyaku cepat, sebelum ia beranjak ke balik etalase roti

"Daritadi sih belum liat Na, mungkin dia datang beberapa menit lagi."

Aku hanya menganggukkan kepala dan mengucapkan terima kasih. Persetanan dengannya yang datang terlambat, aku lebih tertarik dengan greentea latte ini. Aku selalu suka greentea, wanginya berbeda. Lagipula greentea disini memang paling top, rasanya tidak seperti greentea lainnya yang lebih banyak mencampurkan dengan susu. Greentea disini lebih terasa.

"Mantap." gumamku pelan setelah meminumnya beberapa teguk.

Tepat pada saat itu pula dia masuk ke caffe dan langsung memesan Americano Latte. Ya, meski jarak antara meja menu dan tempatku cukup jauh tapi aku sangat yakin dia akan memesan Americano Latte. Lalu ekor mataku hanya mengikuti setiap langkahnya yang tentu saja berhenti tepat di depanku. Ia segera duduk dan tersenyum tipis tanpa mengelus pipiku. Padahal jika kami bertemu, setidaknya dia akan mengacak rambutku atau mengelus pipiku. Sial, aku rindu.

"Maaf telat."

Maaf saja dia bilang? Tidakkah dia memberikanku sebuah alasan? Aku hanya menatapnya sekilas, lalu kembali meneguk greentea latte.

"hhh.." dia menghembuskan nafas kasar, wajahnya mengisyaratkan lelah.

"Please Na, diem-dieman kayak gini gak akan nyelesaian masalah."

Aku terpengkur. Ternyata dia ingin membahas ini? Perlu kalian ketahui sudah seminggu belakang ini kami saling diam. Entahlah, aku merasa lelah. Dia yang tiba-tiba saja menghilang, dekat dengan perempuan lain. Cih, apakah dia masih menganggapku sebagai pacarnya? Mengapa dia yang menjadi marah padaku?

"Lo suka sama dia?" Tanyaku to the point.

Aku menatap manik matanya, berusaha untuk menemukan kebenaran, sayangnya aku tak menemukan apapun selain tatapan matanya yang ingin menelusuriku juga. Lalu semua itu terhenti ketika pelayan menghantarkan Americano Latte. Aku masih menatapnya saat dia mengambil gelas tersebut dan menempelkan ke bibir seksinya.

"Gue bingung na."

Aku mengerutkan kening, jawaban macam apa ini? Bagaimana bisa dia bingung seperti itu? Aku sudah menjalin hubungan dengannya lebih dari 1 tahun dan cewek itu yang mampir dalam kehidupannya selama 3 bulan mampu membucahkan segala rasa di hatinya? Demi segala percintaan di bumi, ini gila!

"Lo udah dewasa Arsyad, bahkan umur lo  1 tahun di atas gue. Kasih gue kepastian, toh kalau lo benar-benar suka sama dia. Gue akan mundur perlahan." Jelasku.

Aku menunduk. Air mataku sudah menetes dari tadi, membasahi kedua pipiku. Rasanya sangat menyakitkan, sungguh. Apakah dia benar-benar akan meninggalkanku? Apakah semua ini memang tidak ada artinya? 

Beberapa saat kami saling terdiam dalam dinginnya musim salju. Padahal di luar sangat indah. Aku jadi ingat tahun lalu kami bermain ski bersama, bahkan kami mencoba memakan salju. Sederhana dan konyol. Aku suka, jelas saja. Tidak peduli dengan orang-orang yang mendecak kesal saat kami berteriak-teriak kegirangan. Aku menyukai Arsyad apa adanya. Akankah dia juga menyukaiku tulus dan apa adanya?

"Lo tau syad bahkan 1 tahun lebih kita bareng-bareng dan gue gak pernah kepikiran buat berpaling dari lo. Gue berusaha untuk jadi pacar yang baik buat lo. Gue berusaha untuk ngerti lo. Mungkin ini kedengaran egois, mungkin ada sifat - sifat yang lo gak suka dari gue. Tapi serius Arsyad, gue berusaha untuk jadi yang terbaik buat lo."

Dia menatapku, dengan pandangan sendu dan aku berusaha menatap matanya lebih dalam. Aku sungguh - sungguh mencintainya setulus hati. 

"Bukan gitu na mungkin gue-"

"Mungkin gue salah ya Syad? Padahal lo bilang aja. Apa yang lo gak suka dari gue. Gue berusaha untuk memperbaiki diri tapi ya sudahlah. Mungkin gue emang salah sampai-sampai lo berpaling sama yang lain."

Aku berusaha untuk tidak menangis lebih keras. Ini memalukan, aku harus keluar dari sini. Persetanan dengan hubunganku. Aku tidak bisa berfikir dengan tenang. Udara dingin ini membuatku menggigil dan aku ingin segera pulang. Aku capek, lihatlah sekarang dia hanya diam. Menutup mulutnya rapat - rapat.

"Mungkin gue harus pulang dulu, sorry." 

Kuputuskan untuk beranjak, dengan langkah cepat menuju pintu keluar. Kurasakan salju mengenai tubuhku tapi aku tidak peduli. Hingga tiba-tiba seseorang menarikku ke dalam pelukannnya. Nyaman dan hangat. Aku menangis sesegukkan. Kukeluarkan semua rasa sesak itu.

"Maafin gue na, maaf.Maaf semua ini salah gue. Gue sayang sama lo. Please gue gak mau ini semua berakhir."

Setelahnya dia mengecup keningku. Terasa sangat tulus.

"Please Arsyad. Don't leave me alone."

"Never Na, Never."

FIN


Komentar

Postingan populer dari blog ini

tentangmu

Berpetualang (part 1)

Kamu