Selamat Tinggal

Tiba-tiba saja aku jadi mengingat manusia paling menyebalkan yang telah mengambil hatiku lalu ia mainkan sesuka hati. Seharusnya aku berada di sekolah tadi, melihatnya memakai jas yang keren. Oh tuhan padahal aku sudah memutuskan untuk tidak datang supaya aku tidak usah bertemu lagi dengannya tapi mengapa sesulit ini? Mengapa aku terus memikirkannya? Berharap aku berada di sekolah secepat yang aku bisa agar aku dapat melihatmu untuk yang terakhir kalinya.

Selesai sudah, kamu tak akan kembali dalam lingkungan ini bukan? Nanti kamu akan tinggal di kota yang berbeda, melanjutkan ke universitas yang jauh terlalu tinggi untuk ku raih. Apakah memang tuhan benar-benar ingin memisahkanku dengannya? Ingin aku menangis mengingat bagaimana dulu kita pernah dekat, berbagi cerita, saling menatap walau dalam waktu tertentu dan aku tau sekarang tak akan mungkin lagi dilakukan. Ingin aku berteriak

OH TUHAN APA YANG AKU LAKUKAN? HARI INI TERAKHIR AKU BERTEMU DENGANNYA!!

Aku tau, aku berusaha lari, berusaha untuk tidak berbalik walau aku sangat menginginkannya. Hentikan aku mohon, lebih baik meloncat dari ketinggian 5 meter daripada harus tersiksa oleh pikiran penuh dengan dia. Rasanya begitu sakit,apalagi mengingat saat dulu aku merencanakan semuanya.

Pokoknya aku harus ikut wisuda tahun depan, apapun demi dia. Terakhir kalinya dan aku pasti datang untuk melihatnya memakai jas.

See? Semua itu tidak akan pernah terjadi. Tekad bulat yang dulu kupegang erat sekarang hilang entah kemana. Terhempas begitu saja atau memang aku hanya mengenggam udara? Terasa ada padahal tiada. Sungguh lucu. 

Berulang kali kukatakan dalam hati bahwa seharusnya tidak ada hal yang harus kusesali. Semua ini adalah pilihanku dan aku harus menanggung resikonya. Apapun itu. Ingatlah bahwa dia selalu menyakitimu lagi dan lagi. Lihatlah bahwa dia ingin sekali aku berbalik dan meninggalkannya bukan menemaninya.
Mungkin karena hanya dia yang membuatku tergila-gila. Mungkin hanya dirinya yang pernah membuatku mati penasaran. Aku sungguh tidak mengerti mengapa sesulit ini untuk berhenti memikirkannya. 

Dia tidak menginginkanmu lagi. Jangan pikirkan dia. Jangan pikirkan dia.

Aku terus mensugestikan diriku untuk membenci atau setidaknya sadar akan apa yang telah terjadi. Dia sudah muak denganku dan seharusnya aku mengambil langkah seribu untuk menjauhinyakan? Bertanya-tanya dalam hati apakah tadi dia senang melihatku tak ada? Atau mencari-cariku?

Jangan memikirkan hal yang seharusnya tidak dilakukan. Dia tidak akan mencarimu atau mungkin saja  sudah lupa. Dia pasti senang melihatku tak ada disana. Jadi keputusanku tepatkan? Semua yang terbaik yang memang harus kulakukan. Melangkahlah ke depan seolah-olah semua ini hanyalah cerita yang pernah kubaca bukan kenyataan yang pernah kualami.

Okey, aku berusaha untuk menghibur diriku sendiri dan rasanya begitu menyedihkan. Sungguh pernahkah dia melihatku dalam sebuah ketulusan yang nyata? Aku menyukainya, mencintainya dengan tulus tapi dia menolakku mentah-mentah seolah-olah aku adalah penjahat paling kejam di dunia ini. Seolah-olah aku telah membuatnya menjadi sangat sengsara. Dia tidak pernah memberikanku kesempatan kedua. Dia hanya merasa bersalah pernah membuatku bingung. Hanya merasa bersalah bukan memaafkan semuanya dan kembali di awal. 

Dia telah membuat keputusan dan seharusnya keputusanku juga menjadi yang terbaik. Aku harus melupakannya seperti dia yang membuangku jauh-jauh dari hidupnyakan? Keputusannya saja tak tergoyahkan lalu kenapa aku harus bimbang? Dia bukan siapa-siapa. Dia bukan orang yang pernah membelaku mati-matian. 

Jadi aku ingin mengucapka selamat tinggal. Kepada kamu maupun kenangan yang telah aku peroleh denganmu. Jangan pernah muncul kembali dalam kehidupanku oke? Supaya aku bisa lebih mudah melupakanmu.Maafkan semua aku yang telah membuat hidupmu menjadi menyebalkan. Ya, berdoalah lebih keras lagi agar aku bisa benar-benar hilang dari hidupmu.


Cheers,                                                                                   
Ferra.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

tentangmu

Berpetualang (part 1)

Kamu